Written by Len
Written by Len

Perlombaan Malam Wan dan Tuk

Dalam satu jam ke depan mereka harus membuat karung mereka dipenuhi oleh botol-botol ataupun barang-barang bekas.

perlombaan malam wan dan tuk - short story - mlendrijulian - writtenbylen



Langit sudah mulai gelap, dan kedua pemulung itu sedang termenung mendapati kabar bahwa besok akan ada pergusuran tanah. 

"Tidak ingin pulang kau?" Tanya pemulung Wan.

"Bagaimana aku bisa pulang, lalu tidur, lalu ketika bangun ekskavator sudah berada di depan mata?" Jawab Pemulung Tuk.

Mereka kembali termenung.

"Kalau hanya diam begini, karung kita akan tetap enteng." Kata pemulung Wan.

"Tidak konsen aku untuk memulung. Mataku sudah enggan melihat botol-botol bekas." Sahut pemulung Tuk.

"Ah kau, payah. Begini saja, mari kita berlomba!"

"Lomba apa?"

"Dalam satu jam ke depan, kita lihat siapa yang paling berat karungnya. Dia yang akan memenangkan perlombaan."

"Kau tahu situasi kita saat ini? Besok rumah kau akan diratakan! Bisa-bisa lahan untuk memulung juga dihabiskan! Besok kita akan habis!"

"Justru karena itu! Kita akan membuat malam ini bersejarah! Bisa jadi malam ini adalah malam terakhir kita bertemu. Jangan sampai mereka juga mengambil malam ini. Malam ini harus milik kita!"

"Sialan kau! Baiklah, hanya satu jam?"

"Ya, hanya satu jam!"

"Kau akan kalah, Wan!"

"Kita lihat saja, Tuk."

Mereka pun memutuskan untuk meramaikan malam. Dalam satu jam ke depan mereka harus memenuhi karung mereka dengan botol-botol ataupun barang-barang bekas. Tentunya, tempat yang ramai pengunjung menjadi tujuan mereka.

Baik pemulung Wan maupun pemulung Tuk, memilih untuk pergi menuju sebuah pasar. Walaupun mereka berlomba di tempat yang sama, mereka tetap yakin bahwa hasil yang didapatkan akan berbeda.



*

Pemulung Wan tiba di pasar. Segera matanya memancar ke setiap sudut. Ramainya pengunjung pasar membuatnya bersemangat. Sebab, di mana ada pengunjung, di sana ada sampah. Dengannya pemulung Wan yakin dia akan memenuhi karungnya.

Dia pun segera menghampiri tong sampah. Dilihatnya dua tong sampah bertuliskan "organik" dan "anorganik". Pemulung Wan hanya bernafsu untuk mengoyak-ngoyak tong sampah yang bertulis "anorganik", dan berharap dapat membawa beribu-ribu sampah anorganik. 

"Ada apa dengan masyarakat di sini? Mereka tidak tahu mana sampah organik dan mana sampah anorganik! Bagaimana negara ini akan maju?" Gumam pemulung Wan sembari mengoyak-ngoyak sampah yang sudah bercampur aduk. "Apa? Hanya segini?" Tambahnya.

Pemulung Wan diselimuti rasa kesal. Waktu terus berjalan dan karungnya masih terasa ringan. Segera dia usir kekesalannya dan mulai melirik tong sampah yang kedua. "Kalau masih ada sampah organik di tong sampah anorganik, mungkin juga ada yang membuang sampah anorganiknya di tong organik ini!" Gumamnya lagi.

Benarlah, tong sampah organik itu dipenuhi sampah anorganik. Pemulung Wan pun membara rasa semangatnya. Segera tongkat penjepitnya menjepit sampah-sampah anorganik tersebut, dan segera dia menyuapi karungnya. 

Walaupun sudah mendapati banyak sampah anorganik dari tong sampah organik, karung pemulung Wan masih terasa ringan. Segera dia meninggalkan kedua tong sampah itu dan melangkahkan kakinya menuju para pedagang. "Para pedagang pasti bisa memenuhi karungku!" Pikirnya.

"Pak, punya sesuatu untuk memenuhi karungku?" Pemulung Wan bertanya kepada seorang pedagang minuman.

Pedagang itu memberikan sekantong plastik. "Hanya segini yang kupunya. Sisanya masih baru. Walaupun besok ada pergusuran, aku berharap masih bisa berjualan." Katanya.

"Wah, terima kasih banyak Pak!" Sahut pemulung Wan.

"Jarang sekali ada pemulung beroperasi di malam hari. Kenapa kau belum pulang?"

"Karena besok akan ada pergusuran, Pak."

Pemulung Wan pun kembali melangkahkan kakinya, meninggalkan si pedagang. Masih belum terpuaskan, dia pun kembali memburu sampah-sampah anorganik. Dia kunjungi lagi para pedagang lainnya, sembari berharap karungnya akan lebih berat dibanding karung pemulung Tuk. 

*

Pemulung Tuk hinggap di tempat parkir. Tingkahnya sudah seperti Sherlock Holmes ketika matanya mencari-cari botol bekas. Berbagai macam kendaraan dilihatnya. Mungkin jika karungnya sanggup menampung kendaran-kendaraan itu, pemulung Tuk pasti akan memenangkan perlombaan. Sayangnya, tempat parkir sepertinya tidak akan bisa memenuhi karungnya.

Akhirnya dia memutuskan untuk beranjak ke pasar. Ketika melangkahkan kaki, pemulung Tuk melihat sebuah mobil yang hendak melaju. Sesosok tukang parkir pun membunyikan peluitnya. Sebelum meninggalkan tempat parkir itu, seseorang yang berada di mobil itu melemparkan sampah melalui kacanya. Kemudian mobil itu melaju begitu saja sembari membayar si tukang parkir.

"Begitulah mental penjajah! Seakan-akan dunia ini adalah tempat sampah baginya. Untung sampahnya bisa kusimpan di karungku. Kalau tidak, mereka benar-benar penjajah!" Gumam pemulung Tuk.

Pemulung Tuk pun menggunakan tongkat penjepitnya, mengirimkan sampah yang dibuang begitu saja dari mobil itu ke dalam karungnya. Setelahnya, dia bergegas menuju pasar. 

"Ada barang lagi, Mas?" Tanyanya kepada si tukang parkir sebelum meninggalkan tempat parkir.

"Tidak ada. Lagipula, aku bukan pengumpul barang bekas! Kenapa mereka harus menggusur tanah kita? Kenapa juga masih ada pemulung malam-malam begini?" Sahut si tukang parkir.

"Baiklah, terima kasih, Mas! Kenapa malam-malam begini aku masih memulung? Haha. Karena besok akan ada pergusuran!"

Pemulung Tuk segera meninggalkan si tukang parkir dan melangkahkan kakinya menuju pasar. Setibanya, dilihatnya keramaian pengunjung. Matanya langsung membidik setiap sudut. Ketika sedang mencari-cari, seorang pengunjung memasukkan sampah botolnya ke karung pemulung Tuk. Sepertinya hal tersebut terlihat, dan para pengunjung lainnya pun memasukkan sampah-sampah botolnya ke karung pemulung Tuk.

Adegan itu tak berlangsung lama. Pemulung Tuk pun melanjutkan perjalanannya menuju pusat pasar dengan membawa karungnya yang masih terasa ringan. Setibanya, pemulung Tuk melihat keramaian orang yang sedang berunjuk rasa. Terdengar teriakan mereka yang menentang pergusuran hari esok. Selain itu, pemulung Tuk pun melihat pemulung Wan yang sedang khusyuk menonton keramaian tersebut.



*

"Sudah satu jam lebih. Sudah waktunya kita tentukan siapa pemenangnya!" Sapa pemulung Tuk yang tiba-tiba berada di belakang tubuh pemulung Wan.

"Ah, kau Tuk! Bikin kaget saja. Iya, kau benar. Sudah satu jam lebih. Kukira kita sudah tahu siapa pemenangnya."

"Tentu saja aku!" Kata mereka bersamaan.

"Hmm, sepertinya kita harus kembali ke tempat semula. Di sana kita akan tahu siapa pemenangnya." Kata pemulung Wan.

"Baiklah, walaupun sudah pasti aku pemenangnya, kita harus tetap menimbangnya biar adil." Sahut pemulung Tuk. "Apa yang dibicarakan orang-orang itu? Sepertinya mereka penuh amarah?" Tambahnya.

"Masalah besok. Mereka menentang pergusuran tanah."

"Lalu, apa yang akan mereka lakukan?"

"Sudah kubilang, mereka akan menentangnya!"

"Kau tidak ikut menentang?"

"Haha. Aku hanya seorang pemulung."

"Bodoh! Aku tidak bertanya tentang pekerjaanmu!"

"Hahaha."

Mereka terus melangkahkan kakinya menuju tempat semula. Terlihat para warga yang sepertinya tidak bisa tertidur, termenung di teras rumah. Pemulung Wan dan pemulung Tuk pun bertemu dengan sesosok ayah, sesosok ibu, dan sesosok anak yang sedang beristirahat di sebuah gerobak. 

Satu keluarga itu ternyata seprofesi, baik dengan pemulung Wan maupun dengan pemulung Tuk. Mereka pun menghampiri keluarga itu. 

"Kenapa kalian tidak beristirahat di rumah?" Tanya pemulung Tuk.

"Bagaimana bisa kami tertidur di rumah, lalu esok harinya terbangunkan oleh ekskavator?" Sang ayah menjawab.

"Itu seperti jawabanmu, Tuk." Pemulung Wan mengingatkan.

"Gerobak kalian masih kosong?" Kembali pemulung Tuk bertanya sembari melihat gerobak sekeluarga itu.

"Aku tidak bisa konsen untuk memulung." Sang ayah kembali menjawab.

"Itu juga jawabanmu, Tuk." Lagi-lagi pemulung Wan mengingatkan.

Mereka semua terdiam. 

"Tuk, bagaimana kalau kita beri semua isi karung kita kepada mereka?" Pemulung Wan tiba-tiba bertanya kepada pemulung Tuk. 

"Hah? Lalu bagaimana dengan lomba kita?" Pemulung Tuk bertanya balik.

"Hahaha. Lupakan saja soal lombanya. Lagipula, aku tidak menjanjikan hadiahnya, bukan? Kalaupun lomba ini dilanjutkan, sudah pasti aku pemenangnya! Hahaha."

"Sial, aku menyia-nyiakan waktuku!"

"Hahaha. Waktu apa? Bukannya kau sedang tidak ingin pulang? Sudahlah, yang penting, kita sudah berhasil memenangkan malam ini. Malam ini sepenuhnya menjadi milik kita. Kita rayakan kemenangan kita bersama mereka!"

"Berdebat denganmu akan membuat waktuku jadi lebih terbuang sia-sia. Baiklah, aku akan memberikan semua isi karungku."

Pemulung Wan dan pemulung Tuk pun memberikan seluruh isi karungnya kepada keluarga itu. Mereka mengatakan bahwa itu adalah hadiah kemenangan. Keluarga itu pun berterima kasih dan penuh dengan rasa aneh. Pemulung Wan dan pemulung Tuk segera melangkahkan kakinya dan pergi meninggalkan mereka.

"Pasti isi dari karungku yang akan membuat gerobak mereka menjadi berat!" Kata pemulung Tuk.

"Yang benar saja! Haruskah kita bertanya kepada mereka?" Balas pemulung Wan.

"Hahaha." Tawa mereka bersama sembari berjalan di bawah langit malam. 

*

Muni sedang asyik menggulir video pendek di aplikasi Instagramnya. Beberapa akun media massa memberitakan pergusuran tanah yang dilakukan pemerintah dan masyarakat lokal sedang berusaha menghentikannya.


-
Purwakarta

Post a Comment