Written by Len
Written by Len

Curhat, dong, Kak!

Oleh karenanya, saya berterima kasih kepada medsos-medsos yang memiliki fitur "close friend"-nya.

 

Curhat - mlendrijulian - comedy - writtenbylen



Jujurly, saya termasuk orang yang tidak berbicara banyak. Bukan saya tidak ingin, tetapi memang tidak bisa. Lebih tepatnya, saya takut "salah ngomong". Takutnya, ketika saya mengutarakan sesuatu, tiba-tiba para audiens melempari botol.

Ya, saya takut akan respon orang. Pernah ketika saya di suatu tongkrongan, saya melempar jokes kepada seorang teman, tetapi sang teman menanggapinya dengan serius, mimiknya tiba-tiba terlihat marah, matanya merah, hingga berubah menjadi Hulk.

Jika menemukan respon seperti itu, biasanya saya tanggapi dengan diam. Sebab jika diladeni, bisa-bisa separing! Tetapi jika dampaknya bukan lagi kepada seseorang, kepada sebuah instansi, misalnya, bisa-bisa saya berabe. Saya takut, ketika saya melempar jokes, tiba-tiba saya dapat SP, atau mungkin tiba-tiba Vladimir Putin mengirim nuklir ke sini.

Begitupun dengan curhat. Saya harus memilah-milih siapa yang pantas saya curhati, yang keamaannya tidak seperti PDN-nya Kominfo yang baru-baru ini diretas. 

Seperti budaya yang sudah kita tahu, konsep curhat di sini yaitu, "Rahasia, tapi Umum". Misalnya, saya curhat kepada seseorang, ditegasi dengan, "Jangan kasih tahu siapa-siapa, ya!". Lalu orang yang saya curhati itu akan membeberkan curhatan saya kepada orang lainnya lagi, dengan ditegasi, "Jangan kasih tahu siapa-siapa, ya!". Lalu orang yang dicurhati oleh orang yang saya curhati itu lagi-lagi membeberkan curhatan saya kepada orang lainnya lagi, sambil ditegasi, "Jangan kasih tahu siapa-siapa, ya!". Begitu seterusnya, sampai seluruh makhluk Bumi mengetahui curhatan saya.

Dari sana saya mulai tidak pede untuk bercurhat. Kalaupun jika diperlukan, saya akan memilih curhatan mana yang sekiranya tidak akan menyebabkan Perang Dunia Ketiga. Jika pun kalau saya memiliki curhatan yang "berat", saya tumpahkan saja melalui tulisan, atau medsos yang sekiranya tidak ada teman yang mem-follow. Untung saja saya tidak terlalu populer, sehingga medsos saya sepi follower.

Meskipun begitu, belakangan ini saya pun merasa tidak pede untuk membuat "story" di medsos. Jika melihat story-story dahulu, di Facebook misalnya, dengan mudahnya saya membuat story. Kesal tulis story, bahagia tulis story, hingga sindir-menyindir dengan teman melalui story

Tetapi kini, menulis syair-syair penuh cinta di story pun, saya sudah tidak pede. Memposting story sudah seperti tes CPNS, harus dipikirkan beribu-ribu kali dulu. Oleh karenanya, saya berterima kasih kepada medsos-medsos yang memiliki fitur "close friend"-nya. 

Fitur "close friend" pun, menurut saya, jika tidak digunakan secara hati-hati, bisa jadi "senjata makan tuan". Takutnya, ketika saya menggunakan fitur tersebut, ada teman yang "memang disengaja" dibuat agar tidak menjadi close friend, tetapi ia mengetahuinya dari teman yang close friend alias impostor. Jika sudah seperti itu, tidak akan ada lagi yang "close" dan "friend" di antara kita. 

Fenomena lain yang sering membuat saya takut sekaligus kesal adalah "ngaji dadakan". Misalnya, ketika saya mengutarakan curhatan saya, si orang yang harusnya menjadi pendengar tiba-tiba menjadi penceramah. Padahal, kan, saya tidak meminta nasehat, melainkan hanya butuh didengar. Kalaupun ketika saya ingin meminta nasehat, saya akan meminta nasehat kepadanya, atau kalau tidak, saya akan mendengar Ustaz Abdul Somad di YouTube. 

Intinya, sekarang saya tidak pede atau takut untuk mengutarakan apa yang saya rasakan, pikirkan, kepada orang lain. Kini lebih baik saya diam. Karena di dalam diam, terdapat emas, sekaligus.... 

Cemas. 


*

Purwakarta

Post a Comment