Saya kembali teringat akan sebuah aliran sastra (seni) yang disebut dengan “romantisisme”. Kali pertama saya mengenalnya ketika saya kuliah dulu. Walaupun romatisisme hadir di abad 18-19-an, dan saya mengenalnya 5 atau 6 tahun lalu, membahasnya di tulisan kali ini akan menarik, dan akan nostalgik juga.
Bagaimana si, Romantisisme Itu?
Revolusi industri tidak hanya menciptakan alat-alat yang dapat mempermudah pekerjaan masyarakat pada waktu itu: transportasi, teknologi, maupun persenjataan. Revolusi industri juga ternyata mengubah pemikiran, sosial, budaya, kepercayaan, hingga kesenian. Salah satu yang lahir akibat dari revolusi industri adalah aliran seni "romantisisme”.
Lebih tepatnya, romantisisme lahir sebagai respon akan revolusi industri, yang di mana modernisasi bergerak pesat. Bisa dikatakan, romantisisme hadir untuk "menetralisir” hiruk pikuk revolusi industri. Bagaimana romantisisme bisa mewujudkan cita-citanya itu? Ya, dengan kesenian!
Melalui seni, romantisisme mengekspresikan “pejuangannya”. Dengan memiliki karakter seninya tersendiri, orang akan tahu bahwa karya seni tersebut beraliran romantisisme.
Seorang pelukis Jerman, Caspar David Friedrich telah menggambarkan dalam lukisannya tentang seperti apa seni romantisisme. Walaupun ia tidak mengemukakannya secara langsung, karyanya ini menjadi salah satu simbol dari aliran seni romantisisme.
Karyanya tersebut diberi judul Wanderer above The Sea of Fog, yang terbit pada tahun 1818. Dalam karya lukisnya tersebut, digambarkan seorang pria yang sedang berdiri di puncak sebuah gunung, dan melihat pemandangan kabut di depannya. Dilihat dari “outfit” yang dikenakannya, pria tersebut seperti seseorang yang berharta, atau bertahta, atau seorang pria yang tidak perlu lagi mengemis cinta dari seorang wanita.
![]() |
| Wanderer above The Sea of Fog, ilustrasi oleh: Wikimedia |
Tentu, karyanya itu memiliki banyak interpertasi. Wanderer above The Sea of Fog karya CDF itu bisa menjadi perlawanan terhadap modernisme. Seorang pria yang sedang berada di puncak dalam lukisan tersebut bisa menjadi simbol kesuksesan seseorang atas sesuatu. Tetapi, setelah meraih kesuseksan tersebut, si pria malah mendapati gumpalan kabut yang menghalangi keindahan pemandangan.
Kabut yang menghalangi pemandangan tersebut bisa menjadi simbol dari ketidakjelasan, kehampaan, kebingungan, dari orang-orang yang telah berhasil menggapai cita-citanya, atau keinginannya, atau bisa juga obsesinya. Setelah menggapai seluruh hasrat, lukisan tersebut seakan-akan bertanya “Lalu, apa?”. Masih banyak lagi interpertasi akan lukisan CDF itu, yang akan mengarahkan kepada romantisisme.
Selain Wanderer above The Sea of Fog, romantisme pun hadir di lukisan-lukisan yang menggambarkan perjuangan ataupun perlawanan. Seperti lukisan yang berjudul Liberty Leading The People (1830) oleh seniman Perancis Eugene Delacroix, yang menggambarkan perlawanan rakyat ketika masa Revolusi Perancis. Adapun lukisan dalam negeri, karya Raden Saleh yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro, yang menggambarkan perlawanan rakyat ketika masa penjajahan. Lukisan-lukisan tersebut bisa menjadi contoh dari gerakan seni romantisisme.
Romantisisme dalam Dunia Sastra
Romantisisme pun hadir di dunia kesusasteraan. Tentu saja, alat yang digunakan bukan kuas, cat warna, maupun kanvas, melainkan melalui huruf-huruf yang dirajut menjadi kalimat, lalu kemudian menjadi sebuah cerita. Mungkin itulah kenapa aliran seni ini dinamai “romantisisme”. Sebab, kata “roman” itu sendiri bisa berarti “cerita”.
Baik lukisan maupun tulisan, memiliki ceritanya tersendiri. Bagi aliran romantisisme, cerita tersebut bisa menjadi alat untuk melawan modernisme.
Di dalam dunia sastra, karya seperti Frankenstein (1818)-nya Mary Shelley bisa menjadi contoh aliran sastra romantisisme. Karya Frankenstein menggambarkan dengan jelas bagaimana mengerikannya manusia ketika memiliki kekuatan seperti Tuhan. Frankenstein juga bisa menjadi sebuah ramalan bagi kehidupan manusia di masa depan.
Dalam cerita tersebut, pembaca akan dikenalkan dengan dua tokoh yang bernama Frankenstein. Frankenstein yang pertama ialah yang mampu menciptakan Frankenstein kedua, yang justru menjadi malapetaka bagi kehidupan Frankenstein yang pertama. Kira-kira begitulah yang terjadi ketika manusia berusaha menjadi Tuhan.
Selain Frankenstein, aliran sastra romantisime pun bisa ditemui dari dalam negeri. Roman Tetralogi Pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer misalnya. Di dalamnya, pembaca akan dikenalkan dengan tokoh Minke yang hidup di zaman penjajahan Belanda. Dengan kemampuan menulisnya, tokoh Minke berusaha melawan penjajahan yang telah mengacaukan kehidupannya.
Tentu saja, bukan hanya Mary dan Pram yang menggunakan teknik aliran romantisisme dalam karya-karyanya. Romantisisme tidak hanya berhenti di mereka. Walaupun romantisisme merupakan aliran dari 2-3 abad yang lalu, ide dari aliran tersebut masih hidup hingga kini.
Bagi saya, film-film seperti Avenger ataupun anime-anime seperti One Piece, merupakan bagian dari aliran romantisisme. Alasannya? Akan saya tulis di bagian penutup dari tulisan ini.
Penutup
Setelah melihat contoh-contoh karya yang memiliki gaya aliran romantisisme, bisa disimpulkan bahwa romantisisme merupakan aliran seni yang memiliki semangat “perlawanan”. Mungkin itu menjadi sebab kenapa banyak mahasiswa yang memiliki rambut gondrong, dan menyebut diri mereka sebagai orang yang romantik. Ya, karena mereka sedang melawan sistem!
Selain itu, jika melihat di lukisan Wanderer above The Sea of Fog, romantisisme pun menekankan akan emosi individu, entah itu kebingungan, cinta, ataupun kebencian. Romantisisme menjadi seperti aliran yang mencoba membuat penikmatnya untuk melihat ke dalam diri mereka sendiri.
Selain itu, romantisisme pun merupakan aliran seni yang mengandalkan imajinasi yang tinggi. Biasanya, ceritanya itu berada di luar realitas. Si pembuat karya romantisisme akan membuat cerita yang di “luar nurul” dan juga biasanya memiliki tokoh yang heroik. Oleh karenanya, karya-karya seperti Avengers, One Piece, cerita-cerita action, termasuk karya yang beraliran romantisisme.
By the way, saya tidak paham kenapa cerita-cerita percintaan disebut “romantis (romance)”.
Referensi:
- https://www.thoughtco.com/romanticism-definition-4777449
- https://magazine.artland.com/caspar-david-friedrich/
- https://www.gramedia.com/literasi/aliran-romantisisme/?srsltid=AfmBOorEsBmZfMmANZeYdTYl_KDxNSuRVcvvhICMiOgkdCJ6SOzizm9N
- https://www.britannica.com/topic/Liberty-Leading-the-People





Post a Comment